Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan (4)
Pembagian Tugas
"Hak dan Kewajiban yang sama antara laki-laki dengan perempuan bukanlah berarti bahwa pekerjaan yang hanya bahu laki-laki kuat memikulnya, perempuanpun disuruh pula memikulnya." Islam menjelaskan bahwa meskipun sama-sama berhak dan sama-sama berkewajiban, pekerjaan harus dibagi.Dalam suatu hadist diriwayatkan, pada suatu hari masuk seorang perempuan bernama Asma binti Yazid ke dalam majelis Rasulullah, lalu ia berkata, "Ya, Rasulullah, aku ini adalah utusan dari perempuan-perempuan, datang menghadap engkau! Sesungguhnya, Allah telah mengutus engkau kepada kaum perempuan sebagaimana engkau diutus kepada kaum laki-laki. Kaum perempuan duduk di dalam rumah tangga kamu (kaum laki-laki), kami memasakkan makanan kamu, dan kami puaskan syahwat kamu. Kadang-kadang kalian pergi dari rumah, entah pergi musafir, atau naik haji, atau berjihad. Kamilah yang menjaga rumah tangga kamu, kamilah yang memelihara harta benda kamu, dan kami yang mendidik anak-anak kamu. Lalu, dilebihkanlah kamu daripada kami. Kamu pergi shalat Jum'at, kamu pergi berjamaah, dan pergi berjuang jihad fi sabilillah. Apalagi bagian untuk kami, ya Rasul Allah?"
Setelah selesai perkataan perempuan tersebut, Rasulullah menoleh kepada sahabat-sahabat beliau yang duduk mengelilingi beliau kemudian berkata, "Sudahkah kalian dengar yang seumpama pertanyaan perempuan ini? Sudahkah kalian ketahui apa isinya?"
Lalu, beliau menolehkan wajahnya yang mulia kepada Asma bin Yazid, dan beliau berkata kepadanya, "Sampaikanlah kepada kawan-kawanmu, perempuan-perempuan yang mengutus kamu ke sini, bahwasannya ketaatan dan mengamalkan apa yang diridhai-Nya adalah lebih mengimbangi segala kelebihan yang ada pada laki-laki itu."
Mendengar jawaban Rasulullah yang demikian, berseri-serilah wajah Asma binti Yazid, lalu mengucapkan, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar." Kemudian ia meninggalkan majelis tersebut.
Kemudian dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Ibnu Abbas, Maka datanglah seorang perempuan ke dalam majelis Rasulullah, lalu dia berkata, "Ya, Rasulullah! Aku ini adalah utusan dari perempuan-perempuan dan datang menghadap engkau! Ini soal jihad, yang diperintahkan Allah kepada laki-laki. Jika mereka menang dalam jihad, mereka mendapat pahala dan jika mereka terbunuh, merekapun hidup di sisi Tuhan dan diberi rezeki. Sedangkan kami kaum perempuan yang menjaga mereka di rumah, apakah yang kami dapat?"
Rasulullah menjawab, "Sampaikanlah kepada kawan-kawanmu sesama perempuan itu jika bertemu, bahwasannya taat setia pada suami dan mengakui hak suami adalah sama nilainya dengan perjuangan laki-laki seperti yang engkau tanyakan. Hanya sayang sekali, sedikit di antara kalian yang patuh mengerjakannya."
Hanya perempuan 'tak paham' dan 'kurang sehat jiwanya' yang akan ingkar kepada pembagian tugas ini. (atau) Bisa jadi juga golongan perempuan-perempuan yang gagal dalam menopang rumah tangganya, lalu ia "kasak-kusuk" mempertontonkan diri, ke luar meminta persamaan hak dengan laki-laki, dan tak lagi kenal di mana batas hak tersebut.Bahkan, kadang mereka (perempuan) lupa sukses berumah tangga dan sukses sang imam dalam kehidupan, serta sukses peradaban bergantung padanya ( seorang perempuan), maka betullah jika ia (perempuan) 'menjadi' dan sekaligus 'menjaga' benteng rumah tangga, awal peradaban. (Lantas, mengapa kita di usia ini tak kunjung paham sebenarnya untuk mencapai semua itu butuh persiapan dengan mulai menjaga, Diri dan Pribadi).
Dalam sebuah buku yang berjudul Si Sabariyah, Buya Hamka memaparkan, "misalkan rumah tangga itu kapal berlayar di lautan, ombak bersabung di buritan, tali temali berentangan, layar terkipas kiri dan kanan, yang seorang tegak di kemudi, seorang tegak di haluan. Jika keduanya sama pandai, selamat sampai ke tujuan, jika keduanya tidak bijak atau salah seorang saja tak bestari, karam di tepi kapal itu, tidaklah sampai ke tujuan ... . "
Pengorbanan! (inilah maksud tulisan Buya). Yang laki-laki sampai putih rambut di kepala, mencarikan keperluan rumah tangga. Yang perempuan mestilah sampai habis tenaga, memelihara rumah tangga, melayani suami, mendidik anak-anak. Keduanya sama-sama berkorban! Begitu juga kedudukan anak, meneladani (yang) baik dari kedua orang tuanya, anak laki-laki membekali diri untuk kemudian menjadi penopang Ayah sebelum kelak membina rumah tangga sendiri, dan begitu juga perempuan membekali diri kemudian menjadi pendukung Ibu sebelum kemudian juga membina rumah tangganya sendiri. (catat) Membekali Diri, bukan sekedar belajar sebagai syarat Ijazah.
Akan tetapi, jika suatu saat perempuan hendak ikut pergi berperang, dibukakan baginya pintuk untuk jalan jihad ini dengan syarat satu saja, mereka sudah dalam kedudukan bertakwa, dengan takwa mereka mengerti kedudukan dan tugas mereka dalam sebuah medan perang. (mari kita maknai ini dengan mendalam dan khusus).
Terakhir, (Untuk diingat)
Perempuan tidak diperintahkan sujud kepada laki-laki (suaminya). Yang diperintahkan hanyalah taat dan setia, ketaatan itu wujud dari perimbangan tugas dan perintah Rasulullah kepada laki-laki.
Dan, Laki-laki tidak diperintahkan mengangungkan jua istrinya atas ketaatannya, melainkan memuliakannya. Kemuliaan perempuan adalah kemuliaan laki-lakinya, sedangkan kehinaan atas diri perempuan maka ia kehinaan laki-lakinya pula.begitu sebaliknya.
-SA (D. Monica)
Komentar
Posting Komentar